Tak hanya rasa dan teksturnya yang disukai orang Jepang. Tapi juga apa yang sajikan secara implisit oleh mi itu. Sebagaimana Katarzyana Joanna Cwiertka tulis di Modern Japanese Cuisine: Food, Power dan National Identity, “Dengan berinteraksi fisik dengan Cina melalui memakan makanan dan minuman Cina, orang Jepang jadi semakin dekat pada gagasan tentang kerjaan.” Pada tingkatan yang lebih dalam, orang Jepang memahami bahwa makan Shina Shoba berarti memakan musuh mereka. Dengan demikian, itu berarti kanibalisme tanpa tulang dan tulang rawan.
Setelah kekalahan Jepang pada Perang Dunia II, kata Shoba kehilangan pamornya. Sebagai peninggalan agresi imperialis dan keburtalan masa perang terhadap Cina (yang memakan 20 juta jiwa), Shoba dianggap sebagai penghinaan budaya. Maka namanya diubah menjadi Chuka Soba yang menjadi lebih diterima sebab Chuka berbarti “ala Cina” atau “Chinese-style”. Mie itu akhirnya memasuki jaman modern pada tahun 1985, ketika seorang pengusaha bernama Momofuku Ando memperkenalkan versi kemasan pertama dari makanan itu. Digoreng kering dan diberi rasa ayam, dikeringkan dan ditekan menjadi bentuk balok, dan disebut dengan Chikin Ramen.
Kata itu diambil dari kata Cina la (menarik) dan mian (mi). Dan dengan segera berubah menjadi Ramen. Setelah awalan yang lambat, Ramen berkembang menjadi fenomena dunia, dari Amerika hingga Ukraina, dalam variasi yang tanpa batas. Kari, udang, sayuran, bahkan lemon pedas. Dikarenakan harganya yang murah dan menyiapkannya yang gampang, mi itu menjadi makanan pokok para pelajar, seniman dan musisi dimanapun berada. Pada tahun 2005, 85.7 triliun bungkus Ramen dinikmati oleh orang setiap tahun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar